Pembatal puasa
Para ulama telah menyebutkan dalam berbagai kitab fikih mereka beberapa pembatal puasa, yaitu:
- Jima’
- Mengeluarkan mani dengan sengaja
- Makan dan minum dengan sengaja
- Segala sesuatu yang semakna dengan makan dan minum
- Muntah dengan sengaja
- Keluar darah haidh dan nifas
Pembatal-pembatal puasa ini tidak membatalkan puasa seseorang kecuali dengan tiga syarat:
Pertama: Orang yang berpuasa mengetahui hukum dari pembatal-pembatal puasa ini.
Kedua: Dalam keadaan ingat, tidak karena lupa.
Ketiga: Sengaja dan atas kehendak dirinya sendiri.
Apabila ada yang muntah dengan sengaja, karena mengira bahwa muntah dengan sengaja tidak membatalkan, maka puasanya sah tidak batal. Dalilnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَآ أَخْطَأْتُم بِهِ وَلَكِن مَّاتَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. al-Ahzab: 5).
Apabila ada yang makan dan minum setelah fajar, karena dia mengira fajar belum terbit atau makan dan minum karena mengira matahari telah terbenam, kemudian setelah itu jelas baginya bahwa fajar telah terbit dan matahari belum terbenam, maka puasanya sah tidak batal. Karena dia jahil akan waktu. Asma’ binti Abi Bakar radhiallahu ‘anhuma berkata, “Kami pernah berbuka puasa pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari yang mendung, kemudian setelah itu ternyata matahari masih terbit.” (HR. al-Bukhari, 1959).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan untuk mengganti puasa mereka, maka orang yang jahil akan waktu puasa, puasanya sah tidak batal.
Apabila ada yang makan dan minum karena lupa, maka puasanya tidak batal. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَآإِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَا
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah.” (Qs. al-Baqarah: 286).
Apabila seseorang tidur, kemudian disiram air hingga masuk mulutnya, maka puasanya tidak batal, karena masuknya air ke mulut bukan kehendak dirinya.
Sumber: Ensiklopedi Amalan Sunnah di Bulan Hijriyah, Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi, Abu Abdillah Syahrul Fatwa, Pustaka Darul Ilmi
Dipublikasikan oleh: www.pengusahamuslim.com